Tergencet di Gaya Baru Malam

Gaya Baru Malam? Anda mungkin mengenal salah satu nama kereta ekonomi tujuan akhir Surabaya (Pasar Turi?) dari Pasar Senen ini. Tapi punya pengalaman naik kereta ini, saya tidak terlalu yakin.

Saya akhirnya (menyempatkan) pulang mudik tanggal 2 Oktober, pas Lebaran hari kedua. Saya berpikir penumpang kereta api pasti sudah tidak akan melumber lagi. Eh, saya kecele….Semua tiket habis terjual dan yang tersisa tiket kereta api kelas ekonomi Gaya Baru Malam.

Perjalanan 12 jam di dalam kereta yang penuh sesak membuat saya bertekad untuk tidak akan menggunakan kereta ini lagi pada sisa hidup saya. Saya harus berdiri tanpa jeda sedikitpun untuk bergerak, bahkan  ke toilet sekalipun.  Penumpang yang lain berdiri tidak sedikit, yang duduk mengglongsor tanpa tiket pun tidak kalah banyaknya.

Setiap stasiun (kecil pun) berhenti dan mengangkut tambahan penumpang, tanpa memperdulikan jumlah penumpang yang telah ada di dalam gerbong yang sudah tergenjet bak ikan teri. Dari satu dua penumpang mereka menginformasikan kalau tiket terus dijual tanpa memperdulikan kapasitas gerbong. Tidak sedikit orang tua yang menggendong anaknya yang masih berumur bulanan, ikut berdesakan dan bermodalkan semangat yang-penting-mudik. Emosi para penumpang meninggi setiap kali berbenturan dengan kepentingan para calon penumpang yang mencoba merangsek untuk naik gerbong. Para petugas  tidak berdaya seakan memaklumi kepentingan kedua belah pihak yang tidak terakomodasi oleh perusahaan negara penyedia angkutan massal paling murah ini.

Kemanusiaan seperti terinjak-injak. Hak orang-orang ekonomi lemah untuk mendapatkan fasilitas transportasi yang murah dan manusiawi (tidak perlu nyaman) terampas oleh kegagalan manajemen PT KAI.

Hajatan setahun sekali ini seperti tidak menyisakan cermin untuk sekedar memberi perbaikan untuk tahun depan. Setahun waktu yang cukup membuat segala sesuatunya lebih baik. Atau jalan pikiran mereka berkata”, Ah setahun sekali ini, namanya juga lebaran….., Wajar dong…”.

Akhirnya, semua kekesalan teredam oleh jalan pikiran sederhana para penumpangnya sendiri”, Namanya juga murah, mosok, mo dapet yang edhum iyub Mas….. Kita, rakyat kecil, dah biasa tergencet  di negeri ini….namanya juga negara (mencoba) berkembang”.

Pulang ke Jawa

“Anda berasal dari Jawa?”. Demikian kerap pertanyaan ditujukan ke saya, terkait dengan asal tempat saya dilahirkan. Awalnya agak aneh bagi saya, apalagi saya tinggal di Jakarta yang masih berada di  Pulau Jawa.

Kata “Jawa” tentu kemudian dipahami tidak untuk diterjemahakan sebagai Pulau Jawa (Java – English), tetapi cenderung diartikan sebagai sebutan untuk wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, atau Jawa Timur. Istilah ini populer digunakan untuk para perantau yang tinggal di Jakarta.

Kata”Jawa” mengalami penyempitan makna ditinjau dari kaitannya secara geografis. Secara geografis, wilayah yang diempunya kata Jawa ini tentu meliputi seluruh wilayah yang ada di Pulau Jawa. Namun kata ini lebih cenderung bermakna kesukuan. Orang – orang yang tinggal/berasal dari luar wilayah-wilayah yang saya sebut di atas, walaupun tinggal di Pulau Jawa, tidak berhak menyandang gelar Orang Jawa. Mereka adalah yang berasal dari suku Sunda, Betawi, dan Madura.

Namun tentu lain cerita kalau mereka pergi ke pulau-pulau di luar Jawa. Mereka masih memperoleh “hak pakai” nama Orang Jawa, karena tentu cakupannya menjadi lebih luas. Dalam sejarah perjuangan bangsa, tepatnya tahun 1915, Orang Jawa dibahasakan sebagai Jong Java – Pemuda Jawa. Hanya memang para pemuda Betawi menyebut diri mereka sebagai Pemuda Kaum Betawi.

Anehnya kata jawa yang bermakna kesukuan ini tidak diikuti oleh orang-orang dari Sumatra Barat yang bersuku Batak. Mereka yang berasal dari wilayah ini, tidak akan ditanya,”Kapan pulang ke Batak, Bang?’. Yang lebih kerap dilontarkan adalah “, Kapan pulang ke Medan, Bang?”.

Baik, jadi Lebaran kemarin Anda mudik kemana? Ke Jawa, ke Medan atau Sukabumi?

Sedekah untuk Gepeng

Berbuat baik untuk orang lain itu harus. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk itu. Salah stunya memberi sedekah bagi oarng yang tidak mampu, seperti fakir miskin, anak-anak terlantar, atau dikenal dengan gepeng. Namun bagaimana dengan wacana berikut?

Di Jakarta, tampaknya para pengemis, gelandangan,  tidak akan pernah hilang. Dari hari ke hari, mereka masih saja tampak berkeliaran di jalanan. Berbagai cara untuk mengusir keberadaan mereka seolah tidak mampu mengusir mereka. Bahkan Perda DKI yang menegaskan akan memberi sanksi kepada siapapun yang memberi “recehan” kepada mereka. Karena ditengarai kebertahanan mereka terkait dengan adanya supply chain oleh pengguna jalanan.

Tampaknya, permasalahan ini ditanggapi beragam oleh masyarakat. Bagaimana menurut Anda? Apakah memberi sedekah kepada fakir miskin di jalanan adalah hal yang masih patut dilakukan atau tidak? Apakah masalah ini hanya sampai pada tataran hati nurani masing-masing?

Para Penjaja Jasa Joki Three-in One

Aneh mungkin kalo three-in-one saya alihbahasakan ke Bahasa Indonesia. Memang selain kata tersebut tidak lazim diterjemahkan atau tidak terlalu penting untuk diterjemahkan, tampaknya keberadaan mereka pun tidak dipandang sebagai disturbance bagi Pemda DKI. Walaupun sangat mengganggu bagi pengguna jalanan secara umum. Hal ini tampak dari semakin banyaknya penyedia jasa ini, padahal jelas-jelas ini bisnis illegal dan penuh aksi tipu-tipu. Dan tentu saja semakin jarangnya operasi penertiban oleh Satpol PP.

 

Saya tertarik menulis postingan ini karena hampir setiap hari, di sepanjang jalur pergi-pulang dari dan ke tempat kerja – sepanjang Jl. Pakubuwono dan Jl. Dr. Satrio (Kuningan) –  selalu menemui para penyaji jasa ini. Yang menarik perhatian saya adalah usaha keras mereka untuk mendapatkan tebengan yang tentu berarti rupiah buat mereka.

 

Banyak cara yang mereka lakukan demi tampil ”profesional” untuk menarik perhatian si empunya mobil agar mau menghentikan mobil dan membuka pintu untuk mereka. Tampil maksimal buat mereka penting untuk alasan tersebut, yang sebelumnya juga sebagai alat mengelabui petugas Satpol agar mereka tampak seperti orang kantoran sungguhan.

 

Namun apa daya, tampil bak orang kantoran perlu modal yang yang tidak sedikit. Tidak cukup sekedar  kemeja lengan panjang yang dimasukkan di celana kain untuk para joki  pria, atau tampil dengan dandanan tebal di wajah bagi para perempuan. Tentu mereka tidak pernah ikut beauty class atau training tentang kepribadian dan penampilan. Sehingga wajarlah akhirnya saya pun harus memaklumi terhadap usaha keras mereka, lepas dari masalah legalitas mereka

 

Ada juga yang lebih memilih menebar efek belas kasihan, terutama ibu-ibu, dengan menggendong anak kecil – entah anak siapa itu. Rasa iba dijadikan added value buat mereka dalam persaingan dengan semakin sengitnya persaingan di dunia perjokian.

 

Hidup di Jakarta ini memang  harus pantang menyerah…. 

Contreng atau Centang?

 

 

Apakah Anda tahu perbedaan 2 kata yang saya jadikan judul postingan ini? Kalo Anda merasa ragu, Anda bisa membuka situs pusatbahasa.diknas.go.id

 

Kedua kata tersebut sedang hangat dibicarakan oleh para anggota Dewan dan juga Komisi Pemilihan Umum.  Pemilu 2009 nantinya akan ada perubahan yang cukup signifikan. Perubahan tersebut terkait dengan masih alotnya pembahasan seputar tata cara dalam menentukan pilihannya, apakah akan diberi tanda contreng, dicentang atau masih dicoblos….

 

Kalo selama ini, para pemilih diminta untuk mencoblos pilihannya, sekarang ada wacana baru untuk  ”sekedar” memberi tanda, yaitu dengan mencontreng atau mencentang tanda gambar yang mewakili pilihannya.

 

Bagi saya orang awam, apapun tata cara pemilihannya yang penting adalah komitmen dari yang terpilih untuk merealisasikan apapun janji yang keluar lewat corong-corong kampanyenya…….

Zakat…oh…Zakat…

Terhenyak saya membaca  headline ,”22 Orang Tewas Berebut Zakat” di Tempointeraktif. Belum membaca isi berita, kuduk saya sudah merinding dan batin teriris.

Peristiwa pilu ini terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Sedemikian pilunya hidup ini, sampai-sampai untuk mendapatkan zakat ditebus dengan nyawa. Buru-buru saya menepis pikiran untuk mencari siapa yang salah….

Sesuatu yang gratis pasti memang menarik banyak peminat. Teringat beberapa bulan yang lalu, tempat saya bekerja membatalkan pembagian zakat kepada orang-orang tidak mampu. Kami terpaksa membatalkan kegiatan amal itu karena kurangnya tenaga sukarela dan petugas keamanan untuk membantu dan menertibkan acara tersebut.

 Hal ini kami analisa dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Kalo dilihat dari jumlah fakir miskin yang ada di sekitar kantor kami, jumlah bantuan yang kami akan berikan pastilah cukup. Namun yang sering terjadi adalah banyaknya orang miskin dadakan yang tidak mau ketinggalan untuk mendapatkan jatah. Ini justru yang akan menjadi bumerang buat kami, kalo saja kami nekad mengadakan acara amal tersebut waktu itu.

Ada baiknya memang niat baik didahului dengan persiapan yang lebih baik…..

Gonjang Ganjing Super Toy

Sekilas membaca frase Super Toy, benak saya langsung berpikir,”mainan apa ini kok dinamakan Super Toy? Robotkah? Atau??”. Tapi setelah membaca seksama judul dan isinya, eh, ternyata terkait dengan istilah baru di Indonesia, khususnya di bidang pertanian.

Ini merupakan varietas padi unggulan terbaru. Jenis ini merupakan hasil turunan dari varietas unggulan sebelumnya yaitu jenis padi Rojolele dan Pandanwangi. Diklaim sebagai varietas unggulan yang mampu meningkatkan produksi padi, karena jenis ini bisa dipanen sebanyak 3 kali dalam setahun. Coba bandingkan jika jenis lain hanya bisa dipanen sekali dalam setahun. Alhasil peningkatan hasil panen bisa mencapai 15,5 ton, jika sebelumnya hanya 4,54 ton gabah kering giling per hektar. Gimana ga  super coba? Demikian yang coba saya sarikan dari Kompas.

Namun masalahnya adalah ternyata, eh, ternyata jenis padi ini belum lolos uji. Buntutnya petani banyak yang merugi. Padi ini tidak memberikan hasil yang maksimal, karena bulir padinya banyak yang kosong dan batangya sangat rentan patah. Memang (konon) pihak yang mendistribusikannya yaitu PT Saranan Harapan Pangan telah memberikan ganti rugi bagi para petani tersebut. Tapi pertanyaan selanjutnya apa ya tidak sebaiknya untuk uji coba dilakukan di lahan terbatas dan tidak mengorbankan banyak petani, karena yang jadi korban tentu bukan hanya masalah keuangan, tapi waktu, tenaga para petani tersebut.

Belum lagi masalah pembagian dana ganti rugi. Jangan sampai beberapa hari ke depan kita baca di media massa, tentang ketidakberesan pembagian dana tersebut oleh pejabat yang berwenang. Maklum dana yang mencapai 1 milyar lebih tersebut berpotensi menggelapkan mata…..

Kalo proyek Super Toy ini gagal, mending memang diganti namanya jadi Padi Super  Letoy. He…he…

Selamat Berpuasa!

Bulan puasa atau bulan Ramadhan selalu memberi warna tersendiri bagi keseharian. Paling tidak dalam satu bulan akan tampak kekhasan bulan ini yang membawa kekangenan tersendiri buat saya untuk menikmatinya.

Saya tidak berpuasa. Bukan kebetulan memang kalo saya memeluk keyakinan yang lain. Tapi saya begitu kangen nuansa ramadhan yang ada di sekitar saya. Sebagai contoh, pulang dari kantor, menjelang Maghrib, tampak pedagan-pedagang dadakan yang berjejer di pingggir jalan. Begitu bedug Magrhrib berkumandang, sontak serentak banyak motor-motor menepi dan menyempatkan diri berbuka puasa.

Banyak panganan dan minuman yang hanya muncul pada saat Ramadhan. Sebut saja, kolak, timun suri, bubur biji salak. Lumayan buat selingan dan oleh-oleh orang rumah.

Marhaban ya Ramadhan…Selamat berpuasa!!!

November Rain – Kebanjiran

Anda penggermar Guns N’ Roses? Saya suka lagu-lagu Guns N’ Roses walau tidak semua hafal lirik lagu-lagunya. Salah satu yang lagu yang cukup berkesan adalah November Rain. Bukan kebetulan memang saya bernostalgia pas di bulan November ini.

Kesan nelangsa masih sama ketika kemarin saya tidak sengaja kembali ngedengerin lagu ini . Belasan tahun yang lalu ketika saya masih duduk di SMA, ngerasa nelangsa karena waktu itu naksir temen tapi ditolak, he..he..(jadi curhat)….Kalo kemaren rasanya lebih pada nelangsa karena November ini di Jakarta udah mulai kebanjiran.

Usai banjir Februari kemarin, kita masih bisa bilang kalo banjir dateng paling 5 – 6 tahun lagi. Tapi ini awal bulan udah mulai ketar-ketir lagi…Begitu hujan turun, air tidak mampu ditampung got-got yang penuh sampah, dan tanah-tanah tak mampu menyerap akibat aspal atau beton. Jalanan Jakarta bak batang air (bahasa – sungai) mengalirkan air ke penampungan.

Kekawatiran bertambah ketika ekspos media massa tentang masih buruknya kebiasaan orang buang sampah di kali, bangunan-bangunan bermunculan tanpa memperhitungkan ruang hijau lagi, proyek-proyek penangkal banjir mandeg kekurangan dana, dan seabreg lainnya.

Rupanya kepedihan akibat November Rain bakal berkepanjangan…..Jauh  lebih nelangsa ketimbang ditolak cinta seorang gadis….Jadi siap-siap aja…

“Medali Emas” untuk Indonesia

Seneng ya mendengar atau baca berita bahwa Indonesia mendapat medali emas, supremasi tertinggi suatu kompetisi. Saya masih ingat tahun 1992 Indonesia gegap gempita menyambut medali emas pertama Oliampiade disumbangkan oleh Susi Susanti dan Alan Budikusuma dari cabang bulutangkis. Tahun-tahun belakangan di cabang lain baik olah raga maupun di bidang lain seperti Olimpiade fisika dan matematika juga menyumbang medali-medali emas. Rasanya memang pantas kita berbangga hati….Ah…Indonesia tercintaku…..

Namun itu kalo medali emas yang didapat dengan penuh perjuangan dan pengorbanan demi keharuman bangsa dan negara. Berita terbaru datang dari PBB dan Bank Dunia yang mengumumkan, badan perserikatan dunia itu mengeluarkan daftar pemimpin terkorup sedunia. Dan, eng ing eng….negara ini diwakil’i oleh Soeharto dan ia menempati urutan pertama.

Mantan presiden kedua kita ini semasa pemerintahannya mencuri $15 – 35 milliar. Wueleh, itu kalo dikurskan ke rupiah sekitar Rp 135-315 triliun. Berandai – andai kalo uang itu bisa dicairkan, bisa banyak hal yang bisa dibiayai…..(he..he…itu kalo ga ganti dikorup oleh pejabat sekarang…..).

Ya, paling tidak negara ini jadi kembali jadi perhatian dunia….