Rindu Mencicip Cerpen

Saya adalah penikmat cerpen. Karya sastra ini adalah berupa sebuah cerita yang ditulis dengan efektif, ringan-ringkas dan tidak bertele-tele. Cerita yang disuguhkan tidak rumit, dan tidak membosankan.

Ketika masih kecil, saya mengenal cerpen secara lisan lewat dongeng-dongeng pengantar tidur yang dituturkan oleh kakek saya. Dongeng-dongeng itu seringkali tidak sampai selesai, karena saya keburu terbang ke alam mimpi. Dongeng-dongeng fabel mendominasi topik dongeng yang saya dengar saat itu. Tentu saja, karena ini lisan, tidak ada judul yang mengawali setiap cerita. Cerita-cerita tentang kancil dengan berbagai variasi cerita begitu melekat di setiap malam yang saya lewati. Cerita (yang kemudian saya beri judul sendiri) seperti Kancil Nyolong (mencuri) Timun, Kancil dan Bubur Nabi Sulaeman, Kancil Menyebrang Sungai, Kancil dan Anjing Penjaga, dsb. Kangen rasayana menceritakan kembali cerita-cerita tersebut.

Setelah bisa membaca, saya mengenalnya dengan lebih variatif lewat tulisan-tulisan di koran dan majalah. Membaca cerpen menjadi kesenangan yang mengasyikkan di sela-sela waktu luang saya. Cerita-cerita pendek karya Arswendo Atmowiloto , Indra Tranggono, Seno Gumira Ajidarma, dll sering saya baca lewat Harian Kompas dan beberapa media cetak saat itu.

Intensitas waktu yang lebih dalam mengeksplorasi Bahasa Inggris saat kuliah, memungkinkan saya membaca cerpen-cerpen berbahasa Inggris. Karya-karya cantik dari F. Scott Fitzgerald, Ernest Hemingway, Shirley Jackson, D. H. Lawrence, Edgar Allan Poe, dsb. cukup akrab dengan hari-hari saya di Yogya saat itu. Salah satu cerpen yang sangat melekat dalam benak saya, dan saya sering ceritakan kembali adalah karya Guy de Maupassant berjudul The Necklace.

Kegiatan membaca cerpen menjadi sebuah romantika masa lalu untuk saat ini. Waktu yang tersita oleh pekerjaan dan waktu luang yang lebih banyak terampas oleh Facebook atau Twitter menjadikan rindu mencicip cerpen terasa lebih menggigit. Namun belum lama ini saya menemukan sebuah web yaitu Cafe Novel yang memungkinkan pengunjungnya untuk menikmati cerpen dari berbagai karya penulis di Indonesia. Terima kasih untuk penggagasnya.

Sejatinya menikmati karya sastra cerpen memungkinkan kita masuk dalam sebuah dunia yang (mungkin) sangat berbeda dengan keseharian kita yang akan memperkaya batin kita….

Erema Village – Cisarua, 12 Maret 2011

Celesta – Sebuah Makna

Banyak orang mengerinyitkan dahi ketika mendengar kata “celesta”. Saya pun demikian, setidaknya kurang lebih 3 tahun yang lalu, waktu itu itu saya berboncengan dengan calon istri melewati sebuah perumahan di bilangan Serpong Utara yang lebih dikenal dengan Graha Raya yang sedang dibangun dan namanya adalah CELESTA. Belum terpikir sedikitpun, bahwa kami nantinya akan banyak menghabiskan waktu bersama di perumahan ini.
Beberapa tahun kemudian, atau bulan Februari, ketika pertama kali masuk ke Celesta untuk cek calon rumah (yang belum tentu terbeli waktu itu), tidak terpikir bagi saya untuk mengetahui arti kata CELESTA. Toh, menurut saya, pihak pengembang bisa jadi tidak terlalu mempedulikan makna kata celesta, selain bahwa nama ini terdengar keren untuk sebuah nama cluster dan cukup marketable.

Namun, begitu hampir 4 bulan tinggal di cluster ini, pengin juga mengetahui arti kata celesta. Memang sich, mungkin bagi sebagian orang, nama tidak terlalu penting. Yang penting cicilan perbulan tidak naik karena suku bunga yang semakin tidak karuan karena krisis ekonomi global…he..he…(semoga krisis ini tidak berlanjut lebih parah, dengan terpilihnya Obama – Lho????)…

Beberapa hari yang lalu saya coba surfing mencari arti kata celesta. Dari Wikipedia, tersebutlah bahwa celesta merupakan jenis alat musik sejenis piano yang biasa digunakan oleh para pianis Jazz sebagai salah satu alat musik alternatif.

Di salah satu kalimat di artikel tersebut, juga disebutkan bahwa, kata celesta atau celeste (bahasa Perancis) berarti heavinly – surgawi. Ini berhubungan dengan suara yang dihasilkan dari alat musik ini yang sangat lembut. Untuk lebih lengkap mengetahui makna kata celesta silahkan klik di http://en.wikipedia.org/wiki/Celesta

Atau mungkin di antara Celestaers (sebutan kerennyapara penghuni cluster ini) yang lain atau para pembaca mempunyai pendapat lain? Silahkan share….

Nama bagi sebagian orang lain adalah doa dan harapan. Semoga dengan arti makna celesta yang saya sampaikan, semakin membuat kita semakin feeling at home dan suasana di Celesta penuh dengan kedamaian bak di surga. Amin

Salam

Beralihbahasa Bersama Google

Berselancar di dunia maya mutlak membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris yang memadai. Banyaknya situs berbahasa Inggris menjadikan pengguna internet yang tidak mahir berbahasa Inggris perlu extra keras dalam memahami isi situs tersebut. Pada tahap ini mungkin banyak pengguna internet menyesali diri mengapa dulu waktu sekolah tidak mau bersahabat dengan pelajaran Bahasa Inggris….(Bukan menuduh lho…)

Tapi permasalahan itu tampaknya akan segera berakhir. Belum lama ini, Google (dengan baik hati) telah menyediakan diri untuk menampung permasalahan terkait penerjemahan dalam berbagai bahasa di dunia. Setidaknya ada sekitar 33 bahasa yang bisa saling dialihbahasakan.

Google Translate dalam menjalankan misinya menyediakan 2 layanan yaitu terjemahan yang bisa Anda ketikkan pada kolom Original Text dan terjemahan untuk sebuah situs, Anda tinggal memasukkan alamat situs ke dalam kolom yang telah disediakan. Anda tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan hasil terjemahannya.

Akurasi? Memang yang menjadi andalan fasilitas ini tampaknya bukan akurasi. Setidaknya untuk saat ini. Perbendaharaan kata yang masih terbatas serta terlalu terbatasnya konteks penggunaan kata menjadi kendala utama. Pemahaman terhadap tata bahasa Bahasa Indonesia juga dirasa kurang, sehingga ketika saya coba menuliskan kalimat yang komplek, hasilnya tidak memuaskan.

Namun tampaknya Anda bisa berkontribusi untuk menyumbang saran kata yang sesuai dengan mengklik ikon suggest a better translation.

Bagaimanapun, Google sudah mau berniat memebrikan fasilitas yang akan banyak membantu para surfer dalam beralihbahasa. Nah, namun dengan adanya fasilitas ini, jangan menjadi (tambah) malas belajar Bahasa Inggris lho ya….He..he…

Pulang ke Jawa

“Anda berasal dari Jawa?”. Demikian kerap pertanyaan ditujukan ke saya, terkait dengan asal tempat saya dilahirkan. Awalnya agak aneh bagi saya, apalagi saya tinggal di Jakarta yang masih berada di  Pulau Jawa.

Kata “Jawa” tentu kemudian dipahami tidak untuk diterjemahakan sebagai Pulau Jawa (Java – English), tetapi cenderung diartikan sebagai sebutan untuk wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, atau Jawa Timur. Istilah ini populer digunakan untuk para perantau yang tinggal di Jakarta.

Kata”Jawa” mengalami penyempitan makna ditinjau dari kaitannya secara geografis. Secara geografis, wilayah yang diempunya kata Jawa ini tentu meliputi seluruh wilayah yang ada di Pulau Jawa. Namun kata ini lebih cenderung bermakna kesukuan. Orang – orang yang tinggal/berasal dari luar wilayah-wilayah yang saya sebut di atas, walaupun tinggal di Pulau Jawa, tidak berhak menyandang gelar Orang Jawa. Mereka adalah yang berasal dari suku Sunda, Betawi, dan Madura.

Namun tentu lain cerita kalau mereka pergi ke pulau-pulau di luar Jawa. Mereka masih memperoleh “hak pakai” nama Orang Jawa, karena tentu cakupannya menjadi lebih luas. Dalam sejarah perjuangan bangsa, tepatnya tahun 1915, Orang Jawa dibahasakan sebagai Jong Java – Pemuda Jawa. Hanya memang para pemuda Betawi menyebut diri mereka sebagai Pemuda Kaum Betawi.

Anehnya kata jawa yang bermakna kesukuan ini tidak diikuti oleh orang-orang dari Sumatra Barat yang bersuku Batak. Mereka yang berasal dari wilayah ini, tidak akan ditanya,”Kapan pulang ke Batak, Bang?’. Yang lebih kerap dilontarkan adalah “, Kapan pulang ke Medan, Bang?”.

Baik, jadi Lebaran kemarin Anda mudik kemana? Ke Jawa, ke Medan atau Sukabumi?

Contreng atau Centang?

 

 

Apakah Anda tahu perbedaan 2 kata yang saya jadikan judul postingan ini? Kalo Anda merasa ragu, Anda bisa membuka situs pusatbahasa.diknas.go.id

 

Kedua kata tersebut sedang hangat dibicarakan oleh para anggota Dewan dan juga Komisi Pemilihan Umum.  Pemilu 2009 nantinya akan ada perubahan yang cukup signifikan. Perubahan tersebut terkait dengan masih alotnya pembahasan seputar tata cara dalam menentukan pilihannya, apakah akan diberi tanda contreng, dicentang atau masih dicoblos….

 

Kalo selama ini, para pemilih diminta untuk mencoblos pilihannya, sekarang ada wacana baru untuk  ”sekedar” memberi tanda, yaitu dengan mencontreng atau mencentang tanda gambar yang mewakili pilihannya.

 

Bagi saya orang awam, apapun tata cara pemilihannya yang penting adalah komitmen dari yang terpilih untuk merealisasikan apapun janji yang keluar lewat corong-corong kampanyenya…….

Mangan Ora Mangan Asal Ngumpul…

Mangan ora mangan waton ngumpul – Makan tidak makan asalkan berkumpul. Apa yang ada di benak Anda kalo membaca kalimat itu? Saya ngeh kalimat itu ketika waktu di SD, guru IPS saya menerangkan beberapa kendala pelaksanaan program transmigrasi di Indonesia.

Beliau menerangkan bahwa dengan adanya semangat mangan ora mangan waton kumpul, banyak penduduk di Jawa, khususnya Jawa Tengah dan DIY tidak mau dipindahkan ke pulau-pulau di luar Jawa. Menurut Guru saya, dengan pemahaman itu, walaupun hidup melarat yang penting bagi mereka adalah kumpul  dengan keluarga, tidak mau dipisahkan dengan anggota keluarga yang lain. Walaupun dengan iming-iming bahwa di tanah mereka yang baru akan banyak kelimpahan dan segudang janji manis pemerintah pada waktu itu.

Pemahaman bahwa mangan ora mangan asal ngumpul adalah seperti yang dimaknai di atas memang tidak sepenuhnya salah. Orang-orang di Jawa Tengah dan seputaran Yogyakarta memang mempunyai pengertian yang salah kaprah terhadap ungkapan itu. Sehingga wajar jika respon mereka terhadap program transmigrasi pun seperti yang diterangkan oleh guru IPS saya di atas. Sehingga kalimat di atas mempenyai kecenderungan negatif karena sekilas tidak menunjukkan semangat untuk maju dan anti terhadap perubahan.

Namun, kalimat di atas sejatinya mengandung makna “lain” yang lebih adiluhung. Ungkapan tersebut menekankan bahwa orang – orang (Jawa) hendaknya tidak hanya mendahulukan mangan – makanan, yang merupakan representasi dari nafsu keserakahan belaka – namun lebih mementingkan kumpul – kebersamaan, yang merupakan wujud dari kerukunan hidup dan keserasian sosial.

Jadi jangan sampai terjadi pertengkaran hanya karena perebutan makanan sehingga mengalahkan kebersamaan kita. Betul ga? (Ya iyalah Mas Gocing…Kita kan manusia, bukan hewan yang berebutan makanan…) Ah…Yang bener….???

English vs. Bahasa (Indonesia) – 1

Tergelitik sebuah joke dari seorang pembicara dalam sebuah seminar tentang perbedaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia atawa Bahasa, saya coba tuliskan joke itu di sini.

Beliau bilang, “apa coba perbedaan Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia?”. Semua peserta diam dan  tersenyum seraya menduga adanya sebuah joke yang akan dilontarkan setelah sebelumnya beliau memang menebarkan suasana yang humoris di ruangan seminar yang begitu dingin karena AC.

Beliau meneruskan bahwa kalo anak Indonesia ditanya,”Kemana Bapakmu?”. Dia akan menjawab,” Bapak pergi cari uang”. Sedangkan anak bule akan menjawab’, My father is making money“. Orang Indonesia itu kerjaannya mencari uang, sedangkan orang bule membuat uang – making  money .  

Anak Indonesia ketika ditanya,”Apa yang dilakukan bapakmu di kantor?”. Dia akan menjawab’, Bapak menjalankan bisnisnya”. Sedangkan anak bule akan menjawab,”My father is running his business“. Bisnis di Indonesia tidak terlalu maju karena hanya “dijalankan” sedangakan di luar sono, bisnis “dilarikan”. Nah lo….

He..he.. itu sich cuma joke aja. Cuma  sekedar buat selingan obrolan ringan antar tetangga…..(Tapi bener ga ya??)

Kelebihan Berat Badan dan Huruf “G”

“Wah, kamu sekarang kok gendut’an sich?”, tanya temenku polos tanpa rasa bersalah. “Aduh, jangan gendut dong…Gemuk’an iya…”, protesku spontan. Sejenak terlintas kata “gemuk” lebih manis terdengar daripada “gendut”, meski bermakna sama, urusan konotasi menjadi biang keladinya. Oia, keduanya sama-sama diawali dengan huruf “g”.

Mungkin sempat terpikir juga bahwa ternyata kata-kata yang menunjukkan kelebihan berat badan hampir semua diawali oleh huruf ini. Coba dech perhatikan daftar kata-kata ini: gemuk, gempal, gendut, gembrot, gembul.

Ga tahu pasti ada tidaknya kesengajaan dari “sono”nya untuk penggunaan huruf ini. Yang jelas, Anda semestinya ngeh kapan menggunakan tiap2 kata tersebut dengan tepat. Jadi tidak akan menimbulkan kesalahpahaman. Bagaimana??