Aneh mungkin kalo three-in-one saya alihbahasakan ke Bahasa Indonesia. Memang selain kata tersebut tidak lazim diterjemahkan atau tidak terlalu penting untuk diterjemahkan, tampaknya keberadaan mereka pun tidak dipandang sebagai disturbance bagi Pemda DKI. Walaupun sangat mengganggu bagi pengguna jalanan secara umum. Hal ini tampak dari semakin banyaknya penyedia jasa ini, padahal jelas-jelas ini bisnis illegal dan penuh aksi tipu-tipu. Dan tentu saja semakin jarangnya operasi penertiban oleh Satpol PP.
Saya tertarik menulis postingan ini karena hampir setiap hari, di sepanjang jalur pergi-pulang dari dan ke tempat kerja – sepanjang Jl. Pakubuwono dan Jl. Dr. Satrio (Kuningan) – selalu menemui para penyaji jasa ini. Yang menarik perhatian saya adalah usaha keras mereka untuk mendapatkan tebengan yang tentu berarti rupiah buat mereka.
Banyak cara yang mereka lakukan demi tampil ”profesional” untuk menarik perhatian si empunya mobil agar mau menghentikan mobil dan membuka pintu untuk mereka. Tampil maksimal buat mereka penting untuk alasan tersebut, yang sebelumnya juga sebagai alat mengelabui petugas Satpol agar mereka tampak seperti orang kantoran sungguhan.
Namun apa daya, tampil bak orang kantoran perlu modal yang yang tidak sedikit. Tidak cukup sekedar kemeja lengan panjang yang dimasukkan di celana kain untuk para joki pria, atau tampil dengan dandanan tebal di wajah bagi para perempuan. Tentu mereka tidak pernah ikut beauty class atau training tentang kepribadian dan penampilan. Sehingga wajarlah akhirnya saya pun harus memaklumi terhadap usaha keras mereka, lepas dari masalah legalitas mereka
Ada juga yang lebih memilih menebar efek belas kasihan, terutama ibu-ibu, dengan menggendong anak kecil – entah anak siapa itu. Rasa iba dijadikan added value buat mereka dalam persaingan dengan semakin sengitnya persaingan di dunia perjokian.
Hidup di Jakarta ini memang harus pantang menyerah….
knapa c kq hrus ada 4 org?